Jumat, 12 Juni 2009 | 20:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com- Dewan Perwakilan Rakyat didesak berani mengambil langkah drastis dan tegas demi mengungkap berbagai akar persoalan yang sebenarnya terjadi dan menjadi penyebab utama berbagai kecelakaan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia.
Langkah tegas pihak luar, dalam hal ini legislatif, diyakini sangat diperlukan lantaran pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan dan Markas Besar TNI serta ketiga matra angkatan, tidak dapat diandalkan lagi untuk mau dan berani membuka persoalan sebenarnya.
Padahal dari sejumlah kecelakaan yang terjadi bertubi-tubi dalam beberapa bulan belakangan ini korban jiwa tidak hanya jatuh dari kalangan militer, melainkan juga sudah menimpa masyarakat sipil. Belum lagi TNI juga kehilangan banyak sumber daya manusia (SDM) prajurit terlatihnya.
Pengamat militer yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Andi Widjojanto, Jumat (12/6), mengaku khawatir persoalan serta ketidakberesan yang terjadi, baik di Dephan maupun Markas Besar TNI dan ketiga matra angkatan, sebenarnya justru jauh lebih besar.
"Selama ini mereka (Dephan dan TNI) selalu berupaya membelokkan persoalan menjadi masalah-masalah yang bersifat teknis. Padahal patut diduga ada sejumlah masalah mendasar yang menjadi faktor penyebab kesalahan terjadi secara sistematis, misalnya terkait kesalahan manajemen pengelolaan alutsista," ujar Andi.
Baik Dephan maupun TNI, tambah Andi, diyakini tidak akan berani mengungkap dan membenahi kesalahan yang telah terjadi secara sistematis dan berlangsung lama tadi, lantaran kemungkinan besar bakal menyeret banyak kalangan sebagai pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Akhirnya, masyarakat selama ini terus menerus diarahkan untuk melihat kecelakaan terjadi akibat persoalan yang bersifat teknis. Padahal menurut Andi, ada beberapa hal yang layak diduga berkontribusi menciptakan kondisi seperti sekarang. Beberapa kemungkinan itu seperti kesalahan manajemen, minimnya anggaran yang kemudian berpengaruh pada perawatan dan pemeliharaan alutsista, atau malah kemungkinan adanya penyelewengan dalam manajemen pertahanan selama ini, terutama terkait alutsista.
"Dalam kondisi sekarang tidak ada jalan lain, DPR harus berani mendesak pemerintah untuk mencari akar penyebab strukturalnya. Kalau masalahnya ternyata melibatkan banyak kepentingan atau malah selama ini 'menghidupi' beberapa oknum kunci di TNI, jelas tidak mungkin mengharapkan TNI menuntaskan," ujar Andi.
Secara konkret, Andi menegaskan DPR bisa memaksa pemerintah membentuk semacam tim pencari fakta atau berbagai kejadian dan peristiwa kecelakaan yang ada selama ini. Bahkan jika perlu, keberadaan tim itu diperkuat dengan keputusan presiden (keppres) dan wajib melaporkan hasilnya ke presiden dan juga DPR.
Sikap enggan pemerintah dan TNI selama ini, menurut Andi, patut dicurigai sebagai bentuk upaya menutup-nutupi persoalan yang sebenarnya terjadi. Presiden, tambah Andi, seharusnya berani mengambil langkah tegas yang berani lantaran bukan tidak mungkin hal itu justru bisa mengangkat citra dan popularitasnya karena dia dianggap peduli keselamatan prajurit TNI.
Dalam kesempatan terpisah, sejumlah anggota Komisi I seperti Yuddy Chrisnandy dari Fraksi Partai Golkar dan Andreas Pareira dari Fraksi PDIP, sama-sama sepakat pemerintah harus bertindak tegas menuntaskan berbagai peristiwa kecelakaan alutsista TNI yang terjadi dan terus berulang itu. Yuddy mengusulkan Komisi I segera mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) tentang alutsista TNI, apalagi jika pemerintah dan TNI tampak tidak terlihat itikad baiknya untuk bisa menuntaskan persoalan.
Sedangkan menurut Andreas, Komisi I sudah seharusnya mengambil langkah tegas untuk mencegah berulangnya kecelakaan alutsista demi menyelamatkan nyawa para prajurit TNI. Langkah tegas harus dilakukan terutama jika Dephan dan Mabes TNI serta ketiga matra angkatan tidak melakukan upaya signifikan.
DWA
Referensi Kompas
JAKARTA, KOMPAS.com- Dewan Perwakilan Rakyat didesak berani mengambil langkah drastis dan tegas demi mengungkap berbagai akar persoalan yang sebenarnya terjadi dan menjadi penyebab utama berbagai kecelakaan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia.
Langkah tegas pihak luar, dalam hal ini legislatif, diyakini sangat diperlukan lantaran pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan dan Markas Besar TNI serta ketiga matra angkatan, tidak dapat diandalkan lagi untuk mau dan berani membuka persoalan sebenarnya.
Padahal dari sejumlah kecelakaan yang terjadi bertubi-tubi dalam beberapa bulan belakangan ini korban jiwa tidak hanya jatuh dari kalangan militer, melainkan juga sudah menimpa masyarakat sipil. Belum lagi TNI juga kehilangan banyak sumber daya manusia (SDM) prajurit terlatihnya.
Pengamat militer yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Andi Widjojanto, Jumat (12/6), mengaku khawatir persoalan serta ketidakberesan yang terjadi, baik di Dephan maupun Markas Besar TNI dan ketiga matra angkatan, sebenarnya justru jauh lebih besar.
"Selama ini mereka (Dephan dan TNI) selalu berupaya membelokkan persoalan menjadi masalah-masalah yang bersifat teknis. Padahal patut diduga ada sejumlah masalah mendasar yang menjadi faktor penyebab kesalahan terjadi secara sistematis, misalnya terkait kesalahan manajemen pengelolaan alutsista," ujar Andi.
Baik Dephan maupun TNI, tambah Andi, diyakini tidak akan berani mengungkap dan membenahi kesalahan yang telah terjadi secara sistematis dan berlangsung lama tadi, lantaran kemungkinan besar bakal menyeret banyak kalangan sebagai pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Akhirnya, masyarakat selama ini terus menerus diarahkan untuk melihat kecelakaan terjadi akibat persoalan yang bersifat teknis. Padahal menurut Andi, ada beberapa hal yang layak diduga berkontribusi menciptakan kondisi seperti sekarang. Beberapa kemungkinan itu seperti kesalahan manajemen, minimnya anggaran yang kemudian berpengaruh pada perawatan dan pemeliharaan alutsista, atau malah kemungkinan adanya penyelewengan dalam manajemen pertahanan selama ini, terutama terkait alutsista.
"Dalam kondisi sekarang tidak ada jalan lain, DPR harus berani mendesak pemerintah untuk mencari akar penyebab strukturalnya. Kalau masalahnya ternyata melibatkan banyak kepentingan atau malah selama ini 'menghidupi' beberapa oknum kunci di TNI, jelas tidak mungkin mengharapkan TNI menuntaskan," ujar Andi.
Secara konkret, Andi menegaskan DPR bisa memaksa pemerintah membentuk semacam tim pencari fakta atau berbagai kejadian dan peristiwa kecelakaan yang ada selama ini. Bahkan jika perlu, keberadaan tim itu diperkuat dengan keputusan presiden (keppres) dan wajib melaporkan hasilnya ke presiden dan juga DPR.
Sikap enggan pemerintah dan TNI selama ini, menurut Andi, patut dicurigai sebagai bentuk upaya menutup-nutupi persoalan yang sebenarnya terjadi. Presiden, tambah Andi, seharusnya berani mengambil langkah tegas yang berani lantaran bukan tidak mungkin hal itu justru bisa mengangkat citra dan popularitasnya karena dia dianggap peduli keselamatan prajurit TNI.
Dalam kesempatan terpisah, sejumlah anggota Komisi I seperti Yuddy Chrisnandy dari Fraksi Partai Golkar dan Andreas Pareira dari Fraksi PDIP, sama-sama sepakat pemerintah harus bertindak tegas menuntaskan berbagai peristiwa kecelakaan alutsista TNI yang terjadi dan terus berulang itu. Yuddy mengusulkan Komisi I segera mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) tentang alutsista TNI, apalagi jika pemerintah dan TNI tampak tidak terlihat itikad baiknya untuk bisa menuntaskan persoalan.
Sedangkan menurut Andreas, Komisi I sudah seharusnya mengambil langkah tegas untuk mencegah berulangnya kecelakaan alutsista demi menyelamatkan nyawa para prajurit TNI. Langkah tegas harus dilakukan terutama jika Dephan dan Mabes TNI serta ketiga matra angkatan tidak melakukan upaya signifikan.
DWA
Referensi Kompas
Comments :
0 komentar to “DPR Harus Tegas, Dephan-TNI Tidak Bisa Diandalkan”
Post a Comment